Minggu, 09 November 2014

Kunang-Kunang di Ujung Langit



Warna jingga di langit senja mulai mewarnai hari-hari Syifa dalam lamunannya. Hanya bisa duduk manis di balik jendela kamarnya yang masih terbuka. Udara sejuk sore hari itu menyelusup memasuki kamarnya. Kamar gadis cantik yang masih terlelap dalam angan dan pemikirannya sendiri.
            Dalam kesunyiannya dengan perlahan ia mulai tersadar dari khayalannya. Melirik ke sebuah benda yang tersimpan rapi dipojok kamarnya. Perlahan tapi pasti ia berusaha meraih benda itu dengan satu tangannya. Setelah dapat ia keluarkan benda itu dari tempatnya yang sudah mulai berdebu.
            Sebuah biola sederhana yang ia miliki sejak ia duduk di bangku sekolah menengah pertama tiga tahun lalu. Awal ia mulai menyukai musik dan alunan melodi indah yang tercipta dari sebuah alat musik menarik itu. Tak butuh waktu lama alunan indah yang tercipta dari biola itu menghanyutkannya.
            “ You would not believe your eyes. If ten million fireflies lit up the world as I fell asleep. Cause they fill the open air and leave tear drops everywhere. You’d think me rude but I would just stand and stare.” Dan Syifa pun mulai menyanyi sendiri diiringi alunan nada dari permainan biolanya.
            Tak lama pintu kamarnya terbuka. Seorang wanita separuh baya menatapnya. Seketika itu permainan Syifa berhenti. Tatapannya beralih ke ambang pintu kamarnya yang terbuka.
            “ Mau mama siapin makan malam sekarang sayang?” Ucap wanita separuh baya itu.
            “ Nanti aja bareng sama mama.” Sahut Syifa dari tempat ia duduk.
            Wanita separuh baya itu perlahan mendekat. “ Besok jadi mau main sama Alta?”
            Gadis itu mengangguk. “ Tadi dia udah telpon aku. Besok jam tiga dia mau jemput aku.”
            Wanita separuh baya itu ikut mengangguk. Dibelainya rambut hitam panjang milik anaknya tersayang. Seketika itu wajahnya muram sambil menatap anaknya yang terduduk di kursi. Ada sebuah rasa yang mati-matian wanita itu sembunyikan dari anaknya. Tapi ia tahu usahanya sia-sia.
            “ Mama jangan sedih begitu. Aku baik-baik aja.” Sahut anaknya seakan bisa membaca ekspresi di wajah orangtuanya.
            “ Kalau ada yang bisa mama lakukan untuk kamu.” Suaranya mulai parau. “ Apapun itu untuk buat kamu selalu merasa senang.”
            Syifa tersenyum, “ Selama mama ada di samping aku, aku akan selalu merasa seneng. Karena cuma mama yang ngerti aku.”
            Satu pelukkan mengakhiri percakapan itu. Perlahan wanita separuh baya itu meninggalkan kamar anak gadisnya dengan setetes air mata yang berusaha ia sembunyikan. Dalam kediamannya Syifa sama sedihnya dengan mamanya. Tapi ia tahu kalau ia sedih mamanya pasti lebih sedih darinya.

                                                            *           *           *

            Tepat pukul tiga sore seperti janji yang sudah disepakati sebelumnya. Alta atau bisa di sebut sebagai teman setia Syifa sejak awal SMP berjanji untuk menemani Syifa menghabiskan sisa sorenya hari ini.
            “ Hai, sorry lama ya?” Sapa Cowok bertubuh kurus itu pada Syifa
            “ Nggak kok. Kan emang jam tiga kemarin bilangnya.” Sahut Syifa tidak lupa dengan senyum manis di wajahnya.
            “ Biolanya mana?” Tanya Alta.
            “ Ada di belakangku. Taruh disini aja.” Syifa menunjuk kearah pangkuannya.
            Segera Alta berputar menuju belakang kursi Syifa dan mengambil sebuah biola yang tergeletak di sana. Ia letakkan perlahan pada pangkuan Syifa. Sesaat ia melihat berkeliling mencari seseorang yang mungkin bisa ia pamiti sebelum mereka pergi.
            “ Orangtuamu kemana?”
            “ Ada mama mungkin dibelakang. Nggak apa-apa aku udah pamit tadi. Kita jalan sekarang aja.”
            Alta mengangguk mengerti. Perlahan ia kembali memutar kebagian belakang dan berdiri tepat dibelakang kursi yang Syifa duduki atau lebih tepat dengan sebuah kursi roda. Perlahan Alta mendorongnya keluar melewati pintu rumah kemudian pintu pagarnya. Hingga sinar matahari yang masih cukup terik langsung menyambut mereka berdua.
            Selama perjalanan mereka hanya diam. Syifa menikmati pemandangan yang menyejukkan mata. Setidaknya bisa menghilangkan sedikit rasa bosannya dengan rumah. Langkah Alta pun terhenti ketika mereka sudah tiba di sebuah gedung yang tidak terlalu besar dan tak jauh dari rumah.
            “ Masuk ya?” Alta bergumam.
            “ Kenapa Alta?” Syifa heran melihat tingkah Alta yang tidak juga masuk kedalam gedung yang sudah berada tepat dihadapan mereka.
            “ Hm, nggak apa-apa kok.”
            Perlahan Alta mulai mendorong kursi rodanya lagi melewati pintu yang terbuka lebar. Seketika itu juga pandangan berubah. Di hadapan mereka sudah berdiri sekitar dua puluh orang yang semuanya membawa alat musiknya masing-masing.
            “ Wah, rame ya Alta.” Seru Syifa girang melihat banyak orang di ruangan itu.
            “ Iya kan lagi libur jadi banyak yang latihan.” Sahut Alta.
            Sampailah mereka di kursi peserta. Alta memberhentikan Syifa sedikit kebelakang takut mengganggu jalan pikir Alta. Setelah ia merasa aman ia berjalan menjauhi Syifa dan mulai berkumpul dengan teman-temannya yang lain.
            “ Lo bawa siapa?” Tanya seorang teman Alta
            “ Itu temen gue. Syifa namanya. Dia mau ikut latihan disini.”
            Serentak mata-mata yang penasaran itu langsung menatap ke arah Syifa. Seketika itu Syifa merasa gugup karena diperhatikan oleh hampir sebagian orang yang berada di ruangan. Dengan agak kaku Syifa membalas tatapan mereka dengan senyum.
            “ Dia mau ikut? Dengan keadaan dia kayak gitu emang bisa?”
            “ Kenapa nggak? Dia cuma nggak bisa jalan. Tapi kedua tangannya masih lengkap.” Sahut Alta sedikit sewot. “ Lagipula permainan dia lebih baik daripada kalian.”
            Serentak semua yang mendengar perkataan Alta tertawa. Sambil sesekali mereka melirik sinis pada Syifa yang terduduk di kursi rodanya yang agak jauh dibelakang. Entah hanya sebuah spontanitas atau memang niatan orang-orang itu untuk meledek. Satu dari mereka berjalan mendekati Syifa.
            “ Lo mau ikut di sini? Kayaknya pelatih harus siapin tempat khusus buat lo.”
            “ Kenapa harus khusus?”
            “ Karena lo beda dari yang lain.” Ucapnya sambil melirik ke arah kaki Syifa.
            Syifa yang mulai sadar dengan perlakuan salah satu teman Alta mulai merasa rendah. Seakan ia mulai sadar bahwa ia memang tidak pantas berada di sini. Di tempat yang hanya berisi orang-orang yang berpenampilan luar biasa dengan kesempurnaan dan talentanya, tidak untuk dirinya.
            “ Jangan didenger Syifa. Mereka cuma takut tersaingi sama kamu.” Alta menengahi.
            Untung saja pelatih musik segera datang dan setidaknya mencegah terjadinya perkelahian antar siswa. Seketika itu juga suasana langsung mencair ketika pelatih mulai memberikan instruksi yang bertanda latihan akan segera dimulai.
            Satu persatu siswa mulai mencoba memainkan lagu menggunakan alat musik mereka masing-masing termasuk Syifa siswa baru di ruangan itu. Setelah semua mendapat giliran pelatih memerintahkan mereka untuk memainkannya bersama. Hingga waktu menunjukkan pukul lima sore latihan itupun dihentikan.
            “ Saya senang ada teman baru kita yang sangat berbakat.” Ucap bu Alinda pelatih khusus biola. “ Semoga Syifa betah disini dan bisa menjadi pemain biola yang semakin hebat.”
            “ Iya bu. Terima kasih.”
                                                              
                                                                        *           *           *

            Di waktu senja yang manis Syifa terduduk di kursinya memandang ke langit lepas. Matahari sudah mulai meredupkan sinarnya dan beralih dengan bulan. Angin dingin juga sudah mulai menyelimutinya ditemani teman setianya Alta.
            “ Bulannya mulai muncul tuh.” Seru Syifa sambil menunjuk ke atas
            “ Iya, tapi nggak ada bintangnya.”
            “ Hahaha.. aku nggak berharap ada bintang Alta. Aku berharap ada keajaiban.”
            Sontak Alta menoleh pada gadis di sampingnya. “ Keajaiban untuk apa?”
            “ Keajaiban aku bisa menari-nari bareng kunang-kunang.”
            Alta terdiam. Ia menatap Syifa dengan sedikit lesu. Andai ada yang bisa ia lakukan untuk membuatnya merasa lebih baik. Kecelakaan yang menimpa Syifa beberapa tahun yang lalu membuat gadis itu tidak bisa melangkahkan kakinya lagi di jalan aspal yang berdebu ataupun rerumputan hijau yang basah karena embun.
            “ Syifa, kamu suka kunang-kunang?”
            “ Iya, walau aku belum pernah melihatnya secara langsung.”
            “ Gimana kamu bisa suka kunang-kunang padahal belum pernah liat?” Alta sedikit bingung.
            Syifa hanya tertawa senang. Tatapannya beralih pada langit gelap  “ Kamu liat langitnya? Itu gelap banget kan ya? Kalau bintang itu nggak ada tapi ada kunang-kunang yang menari-nari di atas sana apa langitnya akan tetep segelap itu?”
            Alta menatap gadis yang berada disampingnya. “ Mungkin nggak. Tapi di sini kan nggak ada kunang-kunang jadi tetep gelap.”
            Syifa mengangguk. “ Kalau gitu aku nggak akan bisa nari bareng mereka.”
            Walau rasanya begitu sakit mendengar kata-kata Syifa. Entah kenapa rasanya tidak enak sekali ketika Syifa terus menerus mengatakan hal yang sepertinya tidak mungkin ia lakukan sekarang dan suatu saat nanti.
            “ Mau mainin sebuah lagu nggak?” Tiba-tiba Syifa sudah bersiap dengan biola ditangannya.
            “ Lagu apa?”
            “ Lagu yang selalu buat aku merasa ada harapan dan keajaiban.” Ucap Syifa kemudian ia mulai memainkan lagu.
            Irama lembut dari senar-senar biola yang digesek menggema disekeliling mereka berdua. Entah sudah berapa puluh bahkan ratusan kali Syifa memainkan lagu ini sendiri dalam kamarnya. Sambil terus memainkan biolanya ia bernyanyi..
            “ Cause I’d get a thousand hugs from ten thousand lightning bugs. As they tried to teach me how to dance. A foxtrot above my head. A sock hop beneath my bed. The disco ball is just hanging by a thread. I’d like to make myself believe that planet Earth turns slowly. It’s hard to say that I’d rather stay awake when I’m asleep. Cause everything is never as it seems.”

                                                                        *           *           *

“ Sedikit hiburan untuk kamu.” Ucap wanita separuh baya, mama Syifa.
Gadis cantik yang berada disisinya masih terdiam. Dalam hati ingin sekali mengikuti saran orangtuanya untuk sekedar melihat dunia luar yang belum pernah ia lihat. Tapi satu sisi juga ia merasa ia tidak sanggup untuk melakukannya sekarang.
“ Tapi, bukannya nanti aku cuma buat susah Alta aja?”
“ Kenapa harus susah?”
“ Iya, karena aku begini.” Ucap Syifa sambil merunduk.
“ Jangan selalu merendahkan diri kamu sayang. Kamu kuat kan? Kamu hebat.”
Pada akhirnya Syifa bisa tersenyum walau agak sulit tapi sedikit ada rasa yang mendorongnya untuk terus kuat. Selama ini hanya mamanya yang tahu bagaimana perasaan Syifa terutama sejak kecelakaan beberapa tahun lalu. Saat perjalanan pulang dari liburan tiga tahun lalu. Sesuatu yang tidak terduga terjadi. Mobil yang dikendarai oleh keluarga Syifa mengalami tabrakan dengan mobil lain. Pada akhirnya menyisakan duka dengan meninggalnya papa Syifa dan tidak bisanya Syifa berjalan hingga saat ini.
Siang itu ketika akhirnya semua persiapan sudah beres. Syifa sudah berada di dalam mobil milik keluarga Alta. Kedua keluarga itu sudah saling kenal dekat sejak Alta dan Syifa sering menghabiskan waktu bersama.
“ Maaf ya om, tante kalau nanti aku jadi buat repot.” Ucap Syifa dalam perjalanannya.
“ Nggak sama sekali Syifa. Kami senang kamu bisa ikut liburan.” Seru Mama Alta dari kursi depan mobil.
Setelah menanti cukup lama perjalan akhirnya berakhir. Sampailah mereka di tempat tujuan. Sebuah desa yang masih sangat asri dengan didominasi pemandangan hijau membentang. Di sanalah mereka akan menghabiskan sisa liburan sekolah yang tinggal beberapa hari lagi akan berakhir.
Hari mulai gelap saat mereka sudah sampai. Dengan agak bersusah payah Alta membantu Syifa turun dari mobil dan duduk kembali di kursi rodanya. Perlahan mereka menyusuri jalan setapak menuju bukit di atas mereka.
“ Aku berat ya?” Ucap Syifa sesampainya mereka di puncak bukit.
“ Nggak kok.” Jawab Alta walau dengan terengah-engah. “ Dari sini bisa lihat ke bawah rumah-rumah penduduk. Dan yang lebih bagus lagi...”
“ Apa yang lebih bagus?”
“ Liat aja nanti kamu pasti suka.”
Sinar matahari makin meredup hingga tidak ada lagi cahaya selain lampu senter yang mereka nyalakan juga lampu-lampu di setiap rumah yang berada di sekeliling bukit dan di bawahnya.
Sambil terus bercerita mereka menghabiskan sisa malam pertama liburan di desa itu. Hingga sesuatu tertangkap oleh mata Syifa dikejauhan. Seketika mata Syifa berbinar bahagia. Setelah ia tahu apa yang dimaksud oleh Alta beberapa saat yang lalu. Senyumnya mengembang dan tubuhnya terpaku menatap cahaya-cahaya kecil yang semakin banyak dan banyak.
“ Alta, itu apa?” Tanya Syifa tanpa melepaskan pandangannya dari kilauan cahaya-cahaya kecil dihadapannya.
“ Apa yang kamu suka.” Jawab Alta juga sambil tersenyum walau ia tau Syifa lebih terfokus pada apa yang menarik perhatiannya kini.
Cahaya kecil-kecil itu melayang-layang di udara malam yang semakin dingin dan gelap. Seperti titik-titik cahaya api yang berterbangan di langit malam. Indah dan menakjubkan. Beberapa saat mereka tersihir dengan pemandangan indah itu.
“ To ten million fireflies. I’m weird cause I hate goodbyes. I got misty eyes as they said farewell. But I’ll know where several are if my dreams get real bizarre. Cause I saved a few and I keep them in a jar.”
Sambil terus menyayikan lagu kesukaannya, Syifa terhipnotis dengan ribuan kunang-kunang yang berterbangan dihadapannya. Ingin rasanya ia menyentuh mereka dan menari-nari di antara mereka yang berterbangan itu. Tapi lagi-lagi Syifa merasa itu sangatlah tidak mungkin ia lakukan sekarang.
Tanpa terasa diam-diam Syifa mendorong kursi rodanya semakin dekat dengan ribuan kunang-kunang yang berterbangan. Ia tak sadar jika beberapa meter didepannya sudah menanti tebing tinggi yang bisa saja membuatnya tergelincir hingga dasar.
“ Syifa!!” Suara teriakan Alta menggema.
Syifa tersadar tapi terlambat. Dengan jelas ia melihat betapa dalamnya jurang tebing dihadapannya. Seketika itu ia tak bisa berkata-kata. Sambil terus menatap ke atas dimana kunang-kunang itu berterbangan di atasnya juga di sekeliling dirinya membuatnya sedih merasa ini pertama dan terakhir ia melihat cahaya-cahaya kecil itu didekatnya.
 Sekuat tenaga Alta berlari, mengulurkan tangannya dan meraih Syifa yang tidak juga bergeming. Hingga akhirnya dengan susah payah Alta mendapatkan tangan Syifa dan menariknya hingga ia terjatuh ke rerumputan yang dingin.
“ Aduh!!” Teriak Syifa ketika ia tersadar dirinya sudah tergeletak di atas rerumputan.
“ Syifa, sadar! Kamu hampir jatuh!” Ucap Alta yang kini duduk bersimpuh disamping Syifa.
Beberapa saat Syifa terdiam. Ia baru saja tersadar dengan apa yang terjadi. Kalau saja Alta tidak berusaha sekuat tenaga untuk menariknya mungkin saat ini apa yang ia pikirkan beberapa saat lalu akan jadi kenyataan.
“ Alta, maafin aku.” Ucap Syifa, suaranya parau.
“ Udah nggak usah nangis. Yang penting kamu nggak apa-apa.” Sahut Alta sambil membantu Syifa untuk duduk.
“ Kursi roda aku jatuh. Terus kita turunnya gimana?” Ucap Syifa sambil menatap Alta bingung.
Sesimpul senyum di wajah Alta melihat Syifa dengan wajahnya yang lucu. “ Kalau aku sih tinggal jalan turun kebawah. Kamu tunggu disini aja dulu sampai pagi ya? Nanti aku minta tolong papa aku untuk gendong kamu turun.”
“ Hah??” Pekik Syifa
Melihat wajah Syifa yang panik membuat Alta tertawa-tawa sendiri. Walau tidak tega menertawakan Syifa yang sedang kesusahan tapi ia senang gadis cantik itu baik-baik saja.
Akhirnya malam itu dengan susah payah Alta menggendong Syifa menuruni bukit hingga sampai ke rumah penginapan. Walau dengan sesekali Alta harus menurunkan Syifa karena ia tidak kuat lagi berjalan sambil menggendong Syifa yang ternyata cukup berat baginya.
“ Alta, kamu baik banget sama aku. Makasih Alta, aku sayang kamu.” Gumam Syifa dalam gendongan Alta. Walau ia tahu ucapannya takkan terdengar Alta sama sekali.

TAMAT

Sabtu, 20 September 2014

Mie 14



Sebenarnya ini hanya sebuah tulisan yang sengaja dibuat untuk mengingatkan sesuatu yang yang sudah cukup lama mulai terlupakan. Sesuai dengan judulnya Mie 14, yang artinya adalah mie yang dimasak oleh anak-anak SMKN 14 (alumni saat ini)



Tidak ada yang special dari mie 14. Mie ini pun bukan hasil buatan sendiri yang dimulai dari pembuatan tepung atau apa. Tapi yang membuat Mie 14 ini special adalah orang-orang yang selalu ada saat Mie ini dibuat dan dihidangkan.



Berawal dari sekelompok orang-orang yang heboh yang selalu membuat sensasi dimana saja mereka berkumpul. Seperti anak muda kebanyakan yang selalu ramai saat sudah bertemu satu dengan yang lainnya. Waktu rasanya tidak terasa terus bergulir dari pagi hingga siang hari. Itulah mereka teman-teman dan sahabatku Ratna, Kiki, Resti, Via, Debby, Ana, Sylvie dan Nadhila.



Mereka adalah teman-teman dan sahabatku dari awal sekolah di SMK. Seperti catatan blogku yang terdahulu Sepenggal Kisah untukmu Sahabatku yang aku post beberapa bulan yang lalu. Mereka yang sampai saat ini masih intensif berhubungan denganku. Dari acara ultah sampai pernikahan teman sendiri.



Dan dari kegiatan yang sering ngumpul juga bernostalgia itu, selalu ada satu hidangan yang menurutku rutin dihidangkan saat berkumpul. Mie 14 itu tercipta begitu saja. Ketika lapar mulai mengganggu dan dalam keadaan yang sejujurnya masih kantong-kantong anak sekolahan. Mengertilah maksudnya. Sehingga cara paling praktis adalah memasak mie.



Karena waktu itu semuanya berjumlah 9 orang, entah mengapa kami berniat membuatnya dalam satu wadah besar agar lebih mudah. Siapa yang ingin makan banyak silahkan ambil sendiri sesuka hati. Walaupun jumlah kami 9 orang tapi mie yang kami buat lebih dari 9 bungkus. Hasilnya semua mie itu habis dan berpidah keperut masing-masing orang. :D



Tapi itulah kami bersama Mie 14. walau hanya seperti itu tapi sesuatu yang sederhana itulah yang membuat kami selalu dekat hingga saat ini. Hidup Mie 14!!

Jumat, 10 Januari 2014

Goodbye My Lovely Pets

Rasanya baru kemarin aku bermain-main dengan mereka. Si lucu yang menggemaskan. Mereka itu adalah hewan-hewan kesayanganku. Beberapa ekor kelinci lokal biasa. Walau hanya kelinci lokal biasa yang aku beli di sebuah pasar penjual hewan dan bukan di sebuah pet shop besar, tapi meraka cukup membuatku sulit melupakannya.
Pertama kalinya aku membeli sepasang kelinci kecil. Dengan warna dasar bulu putih dan corak abu-abu tua dipunggung dan dekat mulutnya mirip seperti kumis. Mereka kelinci inggris menurut penuturan sang penjual. Namun lama kelamaan sepertinya aku mulai sadar bahwa aku ditipu. :D
Aku tidak mempermasalahkan hal itu lagi sejak aku merasa jatuh cinta pada hewan berbulu itu. Dan akhirnya keduanya ku beri nama Henna Shiro dan Hogo Usagi. Alasan aku memilih nama itu karena aku suka nama Jepang. aku suka kartun. Henna Shiro artinya si putih yang lucu sedang Hogo Usagi artinya kelinci pelindung.
Karena waktu itu aku masih pemula, jadi aku sulit membedakan mana kelinci jantan dan betina. Kalian bisa tebak apa yang terjadi? Aku salah memberikan nama. Nama mereka tertukar. Henna adalah jantan dan Hogo adalah betina. :p
Sayangnya tak lama aku memiliki mereka. Setelah tiga minggu salah satu dari mereka sakit, yaitu Hogo. Lagi-lagi karena aku masih awam. Aku tidak tahu bagaimana cara merawat kelinci yang sakit. hingga akhirnya dia mati begitu saja.
Tak berselang lama aku berniat untuk membeli pasangan baru untuk Henna. Kelinci betina yang sepantar dengannya. Waktu itu usia Henna sudah empat bulan. Akhirnya aku bersama pacarku ^_^ membeli pasangan untuk Henna dan dapatlah Chisana Kuroi. Kelinci kecil berusia sekitar 2 bulan dengan warna dasar bulu hitam legam. Mengapa aku beri nama Chisana Kuroi?? Karena artinya Si hitam yang lincah dan aku berharap dia bisa tumbuh menjadi kelinci yang sehat dan lincah seperti namanya.
Saat aku memilihnya diantara beberapa kandidat kelinci yang ada, pacarku bilang.. apakah aku yakin memilih dia sebagai pasangan Henna. Ternyata menurut pacarku itu kelinci hitam itu tampak lebih diam dari yang lain. Terlihat seperti sakit. Tapi aku tidak memperhatikan karena aku sudah terlanjur suka padanya.
Finally, aku bawa dia pulang bersama Henna dalam 1 kandang. Lucunya karena Henna lebih besar dari Chisa (biasa aku memanggilnya) jadi Henna sudah memaksa Chisa untuk kawin, padahal Chisa belum cukup umur untuk di kawinkan. Pada pagi itu aku melepas mereka di halaman dan mereka main kejar-kejaran atau lebih tepatnya Henna mengejar Chisa. :D
Tak terasa bulan demi bulan berjalan. Henna dan Chisa makin dewasa. Satu hal yang aku ingat dari mereka, tidak bisa terlalu banyak diberi pakan sayuran. Heran kan? Kelinci yang orang-orang tahu selalu makan sayuran seperti wortel atau sawi. tapi mereka lebih memilih makanan pellet jadi daripada sayuran. Pernah kuberi mereka sayuran dalam jumlah banyak, hasilnya mereka terserang diare dan flu. Sungguh aku panik hingga aku berpikir akan kehilangan kelinci-kelinciku lagi seperti Hogo waktu itu.
Alhamdulillah nya, mereka sembuh setelah aku merawat mereka dengan sangat telaten. Kubersihkan kerak dihidungnya dengan air hangat setiap pagi. Lalu tidak lupa juga obat flu yang aku cecoki kemulutnya. Walau agak susah sampai harus dicakar-cakar oleh kuku-kuku tajamnya tapi aku suka.
Setelah itu terus berjalan seperti biasanya. Dan suatu pagi aku diberi kejutan oleh Chisa. Ketika aku kebelakang untuk memberinya makan aku menemukan sesuatu berserakan di lantai kandang. Awalnya aku tidak terlalu memperhatikan, tapi lama kelamaan aku sadar bahwa itu hewan-hewan kecil yang baru saja keluar dari dalam perut Chisa. Anak-anak kelinci hasil perkawinan Chisa dan Henna. Sayangnya lagi dan lagi, karena aku tidak berpengalaman dalam mengurus anak kelinci mereka mati satu persatu. Hal itu ditambah dengan Chisa yang tidak mau menyusui anak-anaknya. Hingga kelahiran ke tiga akhirnya anak-anak kelinci itu berhasil diselamatkan.
Waktu itu Henna dan Chisa terserang penyakit scabies, semacam sakit kulit gatal-gatal yang membuat bulu-bulu di kaki dan telinganya rontok. Dan untuk pertama kalinya aku membawanya kedokter hewan. Disana mereka di suntik masing-masing 1 kali. Dokternya itu bilang ini biasa dan memang harus disuntik minimal 1 kali setahun. Dan disitu pula aku tahu bahwa Chisa sedang hamil 3 minggu dan harus segera di pisahkan kandangannya dari Henna. Karena ternyata tidak baik menyatukan kelinci beda jenis terus menerus apalagi saat kelinci betina sedang hamil.
Akhirnya pada 28 Maret 2013 jam 9:30 malam lahirlah anak-anak Chisa yang ke 3. Jumlahnya ada 6 ekor anak kelinci.Ketika itu untuk pertama kalinya aku tahu cara memaksa Chisa untuk mau menyusui anak-anaknya. Sebenarnya aku tahu dari pacarku yang dengan setia pula membantuku merawat mereka.
Jadilah mereka anak kelinci yang sehat. Sayangnya kejadian buruk pun terjadi. suatu malam aku mendengar jeritan dibelakang rumah. waktu itu pukul 2 pagi. Aku dibangunkan ibuku dan menyuruhku mengecek keadaan kelinciku di belakang. Dan betapa kagetnya aku melihat salah satu anak kelinci itu terluka. kakinya berlubang dan berdarah banyak sekali. daging di kakinya sudah tidak ada. Tiba-tiba saja aku melihat seekor tikus lari menjauh dari kandang. Aku memaki si tikus walau sebenarnya tampak seperti orang bodoh.
Kuambil anak kelinci itu dengan tanganku. Dia nampak ketakutan dan kesakitan. Aku tidak tega dan langsung menelpon pacarku untuk minta saran dan bantuan. Jujur saja aku panik sampai seperti orang linglung tidak tau harus bagaimana.
Pacarku hanya bilang kalau keadaannya sudah seperti itu tidak akan bertahan. Dan benar saja keesokan paginya aku menemukan anak kelinci itu sudah kaku. Sempat kufoto untuk kenang-kenangan saja. Untuk kelinci lainnya pun tetap sehat hingga mereka besar dan aku berniat menjualnya. Alasannya karena aku tidak punya banyak tempat untuk menampung mereka semua.
dari ke lima kelinci itu aku memilih satu kelinci untuk tetap tinggal. Kelinci itu mempunyai warna dasar bulu putih hanya lingkaran matanya saja yang berwarna hitam, membuat matanya terlihat jadi lebih besar. Kuberi nama ia Shiro. Aku mengambil nama belakang Ayahnya, Henna Shiro. ^_^
Berselang beberapa minggu aku mengawinkan Chisa lagi dengan Henna. Dan lama kelamaan aku mulai terbiasa dengan mengecek keadaan perut Chisa, memastikan ia hamil atau tidak dan memprediksi kapan kelinci itu akan melahirkan anak-anaknya.Dan pada 25 Mei lahir anak ke 4 Chisa. Sayangnya hanya tersisa 2 dari 6 yang lahir. Karena seleksi alam dan juga kecerobohan Chisa yang memakan anaknya sendiri. mereka pun aku jual seperti anak-anak Chisa yang lainnya.
Pada tanggal 6 Agustus 2013 jam 12 siang lahirlah anak ke 5 Chisa. jumlahnya 6 anak kelinci. Disini ada satu anak kelinci yang terkena seleksi alam. Ia tidak mau bersaing dengan saudara-saudaranya yang lain. Akhirnya dia mati kelaparan. Padahal aku sudah memaksanya minum susu dengan menyuapinya menggunakan pipet setiap hari. Tapi tetap tidak berhasil. Karena aku tidak tega melihatnya tersiksa kejang-kejang di dalam kotak. Aku memberikannya pada seekor kucing tetangga sebelah rumah. Maksudku biar saja dia sekalian mati dengan cepat daripada tersiksa terlalu lama dengan waktu sekaratnya itu.
Kesalahanku berikutnya adalah membiarkan kelinci-kelinci itu tanpa pengawasan. Hingga suatu sore aku mendapati anak kelinci itu berkurang 1. usut punya usut ternyata kucing yang waktu itu aku beri anak kelinci mengambil kelinciku dan memakannya. hingga 2 kali hal itu berlangsung dan sisa 3 lah kelinciku yang masih hidup hingga dewasa.
Aku beberapa kali melepas mereka bergantian di halaman rumah. walaupun sudah aku lepas di depan rumah tapi mereka lebih senang bermain dibelakang dekat kandang mereka. Aku suka kesal kalau mereka bermain di belakang dan masuk kedalam kolong kandang yang kotor dan penuh kotoran mereka sendiri. Aku jijik melihat bulu-bulu mereka kotor dan bau.
Waktu terus berjalan hingga aku mulai sibuk dengan diriku sendiri dengan kuliah dan pekerjaanku dikantor. Aku mulai jarang mengajak mereka bermain diluar. Hanya memberi makan dan kadang juga telat. Beberapa kali orangtuaku menyuruhku untuk menjual mereka semua. Tapi aku menolak karena aku sudah terlanjur sayang pada mereka.
Tapi memang seharusnya itu aku lakukan jauh jauh hari. Karena pada suatu malam aku bermimpi bahwa anak kelinciku yang berwarna putih itu sakit. Ia tergeletak di lantai dengan kondisi basah dan kejang-kejang. Aku hanya bisa menatapnya nanar hingga akhirnya ia mati terbujur kaku. Dan entah itu sebuah isyarat atau apa. Dua hari setelah aku memimpikan hal itu anak kelinciku yang berwarna putih benar-benar mati. ketika aku berada di kampus orangtuaku memberitahu aku tentang kematiannya. Aku menangis ketika aku mengingat mimpiku dua hari yang lalu tentang kejadian ini. Akhirnya anak kelinci itu dikuburkan depan rumahku oleh kakakku.
Dari situlah aku membulatkan tekat untuk benar-benar menjualnya. Aku tidak mau mereka tersiksa dengan kondisi seperti itu. Dengan keadaan aku yang tidak bisa benar-benar menjaga dan merawat mereka. Semuanya berkahir pada 22 Desember 2013. Aku membawa mereka ke tukang sate untuk di istirahatkan selamanya di dalam perut-perut pengunjung yang lapar.
Kedengarannya memang jahat, tapi lebih jahat lagi kalau aku bersikukuh mempertahankan mereka dan membiarkan mereka mati satu persatu dalam kelaparan dan kedinginan. Aku sayang mereka dan aku tidak akan melupakannya sampai kapanpun. My lovely pets.. Henna Shiro, Hogo Usagi, Chisana Kuroi, Shiro, Onara, Gingga, Kuroro, Kuroi ichi. Beberapa nama yang sempat ku berikan untuk mereka. Goodbye my lovely pets. I love u so much ^-^

Minggu, 28 Juli 2013

Rindu

Dalam kata ku gambarkan betapa aku merindunya.
Dalam warna ku jelaskan betapa aku mendambanya.
Dalam lagu ku sampaikan betapa aku menyayanginya.
Dan dalam hembus nafas ku nyatakan betapa aku menantinya.

Tetes air mata yang berjatuhan hingga kini.
Tak ada ruang lain dihati.
Ketika hanya satu yang di nanti.
Jumpa kembali dengan sang pemilik hati.

Wahai angin katakan padanya.
Bila saatnya nan aku kembali bersamanya.
Dan dalam hening ku tak juga berkata-kata.
Bawalah aku bersamanya dalam hangatnya sebuah perjumpaan yang lama.

Kamis, 09 Mei 2013

Pertama

Pertama kali kumasuki tempat itu.
Pertama kali pula kumelihatmu.
Kata pertama yang kuucap padamu.
Kali pertama kita bercanda.

Pertama kali kau mendekat.
Dan untuk yang pertama kali kubuat kau terluka.
Hingga pertama kali kau nyatakan cinta.
Dan pertama kali aku terpesona.

Pertama kali kau hadir dalam mimpiku.
Pertama kali aku merindumu.
Pertama kali aku merasa takut kehilangan.
Dan pertama kali aku tak ingin jauh darimu.

Dan pertama kali kau buatku mencintaimu!

Jumat, 09 Desember 2011

Rasa

Suatu rasa yang tiba dalam hati
Mendesak hingga menghimpit jiwa
Apa ini? Sulit tak kumengerti
Merasuk makin dalam menekan makin sesak

Kucari kata tuk lukiskan
Tapi ku tak temukan
Kucari warna tuk terangkan
Tapi tak ada kesanggupan

Rasa apa ini?
Tak ada nama yang pantas kusandangkan
Tak ada warna yang pantas kugoreskan
Hanya makna arti dalam kalbu yang dapat menjelaskan

Sabtu, 26 November 2011

JANJI???

JANJI???


Apa yang kamu pikirkan tentang sebuah janji?
Dalam sebuah kasus, orang sering kali berjanji tanpa sadar besar makna janji itu untuk orang lain. Kita seringkali lupa apa yang telah kita janjikan. Sungguh kenyataan yang sangat menyedihkan. Tentu tidak semua orang yang berjanji itu akan ingkar. Ada beberapa dan itu yang perlu kita hindari.

point 1. Berapa sering ia berjanji?
            Kalau sekiranya ia sering berjanji dan ia menepati tentu ia buka tipe orang yang "ingkar". Tapi apa jadinya kalau sudah sering berjanji dan sering pula ingkar?

point 2. Apa yang ia janjikan?
            Berjanji tepat waktu? Atau memberikan sesuatu? Pernah ia melupakannya atau bahkan tidak mengakui bahwa ia pernah mengatakannya? Lupakanlah orang seperti itu. Ia takkan ingat apa saja yang telah ia katakan. Mungkin hanya angin lalu baginya.

point 3. Caranya menangani permintaan kita akan janjinya.
            Tentu kadang kita suka menanyakan akan janji yang telah ia ucapkan. Dan apa reaksinya? Diam, mencari topik lain, mengakui kesalahannya (ingkar), atau malah menambahkan janjinya?

point 4. Pemahaman tentang janji
             Kalau dia sudah tahu arti janji itu sesungguhnya tentu tak ada kata ingkar untuk itu. Pernahkah anda bertanya definisi janji pada seseorang? Apa jawabnya? Jika jawabannya janji adalah janji, atau jawaban panjang lebar tanpa maksud yang jelas, sungguh ia tidak mengerti artinya.

point 5. Usahanya untuk mewujudkan.
            Dia berusaha keras agar janjinya terealisasi? Itu bagus. Tandanya ia tahu sebuah janji adalah hutang yang harus segera dilunasi. Tapi jika ia menunggu hingga kita yang meminta? Apa harus selalu kita yang mulai?

            Jadi, untuk beberapa kasus seseorang berbeda prinsip. Ada yang berfikir janji adalah tuntutan sehingga mereka jarang mau menaruh janji pada seseorang. Tapi ada kalanya seseorang mengiming-iming orang lain dengan janji yang besar tanpa ia tahu apakah ia bisa menepatinya.
            Maka jangan salahkan seseorang jika mereka tak lagi percaya kepada orang yang banyak mengumbar janji. Karena seseorang akan sangat meremehkan orang yang tak menepati janjinya apa lagi kembali mengelak. Buatlah janji yang rasional dan tepatilah.